LOGIKA

LOGIKA: Beda Cara Berpikir Pemimpin Indonesia dan Singapura


SAYA batasi pada satu aspek saja, yaitu soal kemacetan lalu lintas. Pemimpin Singapura menyadari pulaunya adalah pulau kecil. Mungkin luasnya sama dengan DKI Jakarta. Namun semua hal telah diantisipasi dengan cermat, termasuk kemungkinan adanya kemacetan lalu lintas.
Untuk itu pemimpin Singapura punya logika sebagai berikut:
Pertama, dihitung berapa panjang,lebar dan luas jalan maksimal yang ada dan yang bisa dibangun sesuai peruntukannya Kedua, kemudian ditetapkan berapa batas maksimal mobil/motor yang boleh ada di Singapura. Ketiga, untuk membatasi pertambahan jumlah kendaraan terlalu banyak, maka dibuat kebijakan. Yaitu,pajak mobil baru lebih murah dibandingkan pajak mobil lama. Tujuannya, menggiring masyarakat membeli mobil baru (juga bisa mengurangi polusi). Keempat, tentu tidak semua masyarakat mampu membeli mobil baru yang mahal harganya. Untuk itu maka pemerintah menyediakan Mass Rapid Transportation (MRT). Hasilnya, kemacetan lalu lintas tak terjadi di Singapura.
Sedangkan cara berlogika pemimpin Indonesia justru terbalik:
Pertama, mobil baru pajaknya lebih mahal. Akhirnya,orang cenderung beli mobil bekas yg pajaknya lebih murah. Akibatnya, pertambahan mobil tak terkendali. Kedua, kalau di Singapura jumlah mobil disesuaikan dgn jumlah jalan, maka di Indonesia sebaliknya. Jumlah jalan disesuaikan dgn jumlah mobil. Akibatnya, dibangun jalan tol, jalan layang, subway terus menerus yang dananya merupakan hasil ngutang ke beberapa negara. Akibatnya, suatu saat nanti Indonesia kehabisan tanah sawah karena terpakai untuk jalan dan perumahan (real estate).
Kebijakan energi juga menggunakan logika yang salah. Ekspor gas diutamakan. Akibatnya, PLN kekurangan gas sehingga pasokan listrik kurang. Sedangkan Singapura yg mengimpor gas dari Indonesia, listriknya tidak pernah padam. Seharusnya, kebutuhan dalam negeri (PLN) diutamakan. Sisanya untuk diekspor dan untuk cadangan (jaga-jaga).
Celakanya, pemimpin Indonesia kalau gagal, bukan mengundurkan diri, tetapi mengemukakan banyak alasan ini itu dan dalih ini itu untuk menutupi ketidakmampuannya.