LOGIKA: Birokrasi Berbelit Dan Bertele-tele Cermin Kegoblokan Berlogika
SALAH satu hal yang tidak disukai masyarakat Indonesia, bahkan investor asing adalah birokrasi berbelit dan bertele-tele. banyak membuang waktu, energi, pikiran, biaya dan bahkan bisa menimbulkan stres atau rasa kecewa yang mendalam. Apalagi kalau tidak ada kepastian. Dan biasanya, urusan yang berbelit dan bertele-tele tiba-tiba menjadi lancar asalkan ada uang pelicinnya. Pertanyaannya adalah, kenapa sih birokrasi di Indonesia berkembang menjadi birokrasi berbelit dan bertele-tele?
A.Beberapa definisi birokrasi
1.Almond dan Powel menuliskan: The government bureaucracy is a group formally organized office and duties, linked in complex grading subordinates to the formal role makers.
2.La Palomba memberikan pengertian birokrasi sebagai berikut: the bureaucrats of major interest to us are generally those accup managerial roles. Who ara is some directive capability either in central agencies or in the field, who are generally described in the language of public administration as ‘middle’ or ‘top’ managements.
3. Fritz Morstein Marx yang mendifinisikan birokrasi sebagai tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah modern untuk pelaksanaan tugas-tugasnya yang sifat spesialisasi dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah.
4.Ferrel Headi yang mengutip rumusan Thompson menyatakan bahwa birokrasi disusun sebagai suatu hierarki otorita yang begitu terperinci yang mengatasi pembagian kerja dan juga diperinci.
Unsur-unsur birokrasi
1.Adanya organisasi
2.Adanya tujuan
3.Adanya spesialisasi
B.Birokrasi Indonesia menurut sejarahnya
Begitu Indonesia merdeka, maka yang disusun pertamakali adalah organisasi pemerintahan atau birokrasi. Namun, karena Indonesia saat itu belum memiliki ahli manajemen atau ahli administrasi atau ahli organisasi, maka pembentukan birokrasi terbatas pada proses “trial by error”.
Celakanya, di dalam proses “trial by error” itu terjebak pada kekawatiran-kekawatiran sehingga muncul berbagai unit-unit pengawasan. Semakin lama, sistem dan prosedur atau sisdur semakin berbelit dan bertele-tele. Hal ini karena selalu adanya penambahan jumlah PNS baik demi pencitraan politik ataupun karena faktor kolusi,korupsi dan nepotisme. Jumlah PNS-pun membengkak terus sehingga cenderung membentuk unit-unit kerja baru yang sifatnya mengada-ada tanpa melalui kajian yang imiah.
Dan akhirnya birokrasi menjadi semakinberbelit dan bertele-tele. Terlalu banyak syarat dan terlalu panjang sistem dan prosedur yang harus ditempuh. Terlalu banyak spesialisasi. Terlalu banyak pihak yang dilibatkan. Akibatnya, terjadi pemborosan waktu, tenaga, pikiran, perasaan dan biaya.
C.Contoh birokrasi berbelit dan bertele-tele
Penulis pernah mencoba mengurus izin pendirian lembaga pendidikan ketrampilan atau lembaga kursus di salah satu kota di Jabodetabek. Syarat-syaratnya: harus ada izin dari tetangga kanan,kiri,depan,belakang. Harus ada persetujuan dari RT,RW,kelurahan. Harus dilampiri surat kelakuan baik dari para pengurus, fotokopi KTP pengurus, para instruktur, kurikulum, tata ruang lembaga kursus, peta lokasi dan berbagai persyaratan lainnya. Kalau dijumlah memerlukan sekitar 75 halaman. Sesudah diajukan ke kanwil kemendiknas setempat, masih harus diteruskan ke tingkat provinsi. Kemudian diperlukan waktu untuk menunggu turunnya ijin. Mirip membuat skripsi. Logika birokrasi yang dipakai bersifat “bottom up”, dari struktur organisasi paling bawah hingga ke atas.
D.Contoh birokrasi yang tidak berbelit dan tidak bertele-tele
Letika penulis mengurus internet Speedy untuk pembukaan warnet, maka birokrtasinya sangat sederhana, yaitu langsung mengisi permohonan berlangganan internet ke PT Telkom Tbk. Tidak perlu harus lampiran-lampiran dari RT/RW,kelurahan dan lain-lain. Sifat birokrasinya “top down”.
E.Birokrasi berbelit dan bertele-tele cermin kegoblokan berlogika
Birokrasi yang bersifat “bottom up” jelas sangat “menyiksa” bagi para pemohon ijin ataupun layanan dari pemerintah, baik daerah maupun pusat. Di samping membuang banyak waktu, tenaga, pikiran,perasaan, juga banyak membuang biaya serta tidak efisien. Dan birokrasi demikian merupakan cermin kegoblokan berlogika karena terlalu ruwet, tidak menyentuh substansi, terlalu banyak melibatkan orang atau petugas dan tidak sesuai dengan syarat keorganisasian yang efisien.
F.Solusi menuju birokrasi yang efektif dan efisien
Layanan yang baik harus memenuhi syarat “5 at”,yaitu:
-Cepat
-Akurat
-Tepat
-Hemat dan
-Memikat
Caranya yaitu, mengajukan perijinan atau layanan lain langsung ke instansi yang paling berwenang dilampiri hanya beberapa syarat yang penting-penting saja. Sifatnya “top down”. Artinya, tembusan-tembusan di kirim oleh instansi pemberi ijin atau layanan dan ditujukan ke unit-unit organisasi terkait.Dengan demikian masyarakat akan menghemat waktu,tenaga,pikiran,perasaan dan biaya.
G. Perlu SDM yang cerdas atau pandai
Oleh karena itu, untuk membenahi birokrasi yang berbelit dan bertele-tele, diperlukan SDM-SDM yang cerdas atau pandai, yang mampu berlogika secara cermat, efisien dan efektif. Mampu memperpendek alur sistem dan prosedur yang terlalu panjangh. Mampu membuat sistem yang praktis. mampu membuat prosedur yang sederhana. Mampu memperpendek waktu pelayanan. Semakin cepat semakin baik. Untuk itu diperlukan logika birokrasi yang efektif dan efisien.