HUUM DAGANG



BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG

Perusahaan Asuransi di Indonesia saat ini dinilai belum begitu aktif dalam memberikan kontribusinya bagi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya minat dan kepercayaan masyarakat dalam berasuransi. Hilangnya minat dan kepercayaan tersebut, tidak luput dari kualitas Perusaahaan Asuransi Indonesia yang masih kurang profesional. Dalam mendirikan sebuah Perusahaan Asuransi yang terpercaya, harus ada pengawasan yang signifikan oleh pemerintah. Baik dalam perundang-undangannya maupun Badan yang mengawasi.
Saat ini, pemerintah telah membentuk Lembaga maupun Forum Asuransi Indonesia yang memiliki tugas dan fungsi menjamin kenyamanan dan kelancaran baik untuk masyarakat maupun Perusahaan Asuransi itu sendiri.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Dasar Perundang-undangan Asuransi di Indonesia
2.      Lembaga dan Forum Asuransi Indonesia


C.     TUJUAN PENULISAN

Mengetahui seberapa besar peran Pemerintah dalam mengawasi kegiatan Asuransi di Indonesia.













BAB II
PEMBAHASAN



Dasar Perundang-undangan Asuransi di Indonesia
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah
Keputusan Menteri Keuangan
1.   KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;
2.   KMK No.421/KMK/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian;
3.   KMK No.422/KMK/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
4.   KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi;
5.   KMK No.424/KMK/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;
6.   KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian
Keputusan Direktur Jenderal Lembaga keuangan
2.   Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor 5289/LK/1993 tentang Bentuk dan Susunan Laporan Serta Pengumuman Laporan Keuangan Perusahaan Perasuransian;
8.   Lampiran SK DJLK No.2833/LK/2003 tanggal 12 Mei 2003 :
bullet
bullet
bullet
bullet
Pengertian Asuransi
Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 :
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi.
Resiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya :
  1. Resiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di dalamnya sebagai akibat sambaran petir, kelalaian manusia, arus pendek.
  2. Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena pencurian.
  3. Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
  4. Banjir, Angin topan, badai, Gempa bumi, Tsunami
Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
  1. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
  2. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
  3. Transfer Resiko; Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
  4. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
  5. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
  6. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
  7. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha

Direktorat Asuransi
Pasal 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian mengatur bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Direktorat Asuransi yang secara struktural berada di bawah Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan merupakan institusi yang melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap industri perasuransian. Direktorat Asuransi terdiri dari 4 (empat) Sub Direktorat, yaitu: 

1.       Sub Direktorat Kelembagaan Asuransi, berhubungan dengan pemberian izin usaha asuransi, produk asuransi baru, pelayanan masyarakat mengenai pengaduan penyelesaian klaim
2.       Sub Direktorat Analisis Laporan Keuangan, berhubungan dengan analisa keuangan terhadap laporan keuangan perusahaan perasuransian seperti laporan triwulan dan laporan tahunan
3.       Sub Direktorat Analisis Laporan Operasional, berhubungan dengan analisis laporan operasional
4.       Sub Direktorat Pemeriksaan, berhubungan dengan pengawasan langsung terhadap perusahaan perasuransian.  Pemeriksanaan yang dilaksanakan tidak hanya pemeriksaan rutin yang harus dilaksanakan minimal sekali dalam tiga tahun, tetapi juga pemeriksaan langsung untuk menanggapi pengaduan oleh pemegang polis, atau berhubungan dengan pendirian Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

Visi
Menjadi pembina dan pengawas industri asuransi di Indonesia yang profesional sehingga dapat menjadikan industri asuransi yang sehat, kuat dan handal serta dipercaya masyarakat.

Misi
Misi Ekonomi 
Mendorong industri perasuransian di Indonesia untuk dapat berperan aktif dalam meningkatkan perekonomian nasional melalui pengurangan peran industri luar negeri.
Misi Fiskal
Mengembangkan kebijaksanaan dalam perasuransian untuk meningkatkan peranan industri asuransi pada umumnya dan penerimaan pajak pada khususnya.
Misi Sosial/Budaya
Mendorong kesadaran masyarakat untuk berasuransi sehingga dapat mengembangkan menyarakat finansial yang berdaya dan modern.


Misi Politik
Meningkatkan perlindungan konsumen dan kesadaran tentang hak-hak masyarakat perasuransian.
Misi Kelembagaan
Melakukan pembinaan dan pengawasan secara accountable dan transparan.
Senantiasa meningkatkan kemampuan Direktorat Asuransi dan mengevaluasi kebijaksanaan di bidang perasuransian dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan usaha perasuransian dan kebutuhan masyarakat.

Dalam menjalankan visi dan misinya, untuk menyaring Perusahaan Asuransi yang akan berdiri di Indonesia, maka Direktorat Asuransi memiliki beberapa persyaratan yang harus terpenuhi oleh calon Perusahaan Asuransi.

Prosedur Perijinan Perusahaan Asuransi oleh Direktorat Asuransi
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, maka setiap pihak yang melakukan kegiatan usaha perasuransian wajib mendapat izin dari Menteri Keuangan. Untuk mendapatkan izin usaha tersebut, setiap pihak yang ingin melakukan kegiatan usaha perasuransian dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut :
  1. Permohonan Izin Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
    1. Bukti pemenuhan persyaratan izin usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 yang meliputi:
      1. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;
      2. Susunan Organisasi dan Kepengurusan perusahaan yang menggambarkan pemisahan fungsi dan uraian tugas. Susunan organisasi tersebut harus dilengkapi dengan fungsi, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab, serta prosedur kerja dari masing-masing unit organisasi;
      3. Tenaga Ahli yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang usahanya;
      4. Perjanjian Kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing. Perjanjian kerjasama ini harus dinyatakan dalam bahasa Indonesia dan telah ditandatangani oleh pihak Indonesia dan pihak asing;
      5. Bagi perusahaan asuransi, spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan beserta program reasuransinya;
      6. Bagi perusahaan reasuransi, program retrosesi;
    2. Bagi perusahaan yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing :
      1. Rekomendasi dari badan pembina dan pengawas asuransi pihak asing yang menyatakan bahwa pihak asing memiliki reputasi baik dan izin usahanya masih berlaku;
      2. Laporan keuangan yang telah diaudit untuk 2 (dua) tahun terakhir baik bagi pihak asing maupun pihak Indonesia. Laporan keuangan pihak asing harus menggambarkan pemilikan modal sendiri sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dari besarnya penyertaan langsung pada perusahaan yang dimintakan izin usahanya;
    1. Daftar riwayat hidup dan bukti pendukungnya dari Pengurus dan Tenaga Ahli yang dipekerjakan;
    2. Pernyataan bahwa Direksi bagi Perseroan Terbatas atau Pengurus bagi Koperasi tidak merangkap jabatan eksekutif pada perusahaan lain;
    3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi perusahaan yang dimintakan izin usaha berikut NPWP Pengurus perusahaan, Dewan Komisaris dan pemegang sahamnya, kecuali bagi wajib pajak luar negeri;
    4. Bukti bahwa sekurang-kurangnya separo dari jumlah Pengurus perusahaan telah memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang usaha perasuransian sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
    5. Bukti bahwa Pengurus Perusahaan yang bertanggung jawab pada fungsi pengelolaan risiko telah memiliki pengalaman di bidang tersebut sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
    6. Bukti pemenuhan modal disetor berupa fotokopi deposito atas nama Menteri Keuangan untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan yang telah dilegalisasi oleh bank penerima deposito tersebut;
    7. Laporan Keuangan yang meliputi Neraca Pembukaan dan Laporan Laba-rugi;
    8. Program kerja serta rincian persiapan yang telah dilakukan oleh perusahaan yang sekurang-kurangnya meliputi:
      1. Proyeksi neraca, perhitungan laba rugi, dan arus kas, berikut asumsi-asumsinya yang mendukungnya, untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang;
      2. Realisasi pemenuhan sumber daya manusia dan prasarana berikut rencana di bidang kepegawaian, termasuk rencana pengembangan sumber daya manusia, untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang;
      3. Sistem pengolahan data yang dapat menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan dalam pengambilan keputusan berikut formulir yang dipergunakan;
      4. Sistem admnistrasi yang memenuhi pengendalian intern;
      5. Pedoman operasional yang akan dijadikan pedoman kerja bagi masing-masing unit organisasi;
      6. Pernyataan tertulis dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang memuat dukungan kerja sama reasuransi. Selanjutnya, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal pemberian izin usaha, perusahaan harus menyampaikan realisasi program dukungan reasuransi tersebut.




  1. Permohonan Izin Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang berbentuk badan hukum
    1. Bukti pemenuhan persyaratan izin usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 yang meliputi:
      1. Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;
      2. Tenaga Ahli yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang usahanya;
      3. Polis Asuransi Indemnitas Profesi;
      4. Perjanjian Kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing. Perjanjian kerjasama ini harus dinyatakan dalam bahasa Indonesia dan telah ditandatangani oleh pihak Indonesia dan pihak asing;
      5. Bagi Perusahaan Agen Asuransi, Perjanjian Keagenan dengan Perusahaan Asuransi yang diageni.
    2. Bagi perusahaan yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing
      1. Rekomendasi dari badan pembina dan pengawas asuransi pihak asing yang menyatakan bahwa pihak asing memiliki reputasi baik dan izin usahanya masih berlaku;
      2. Laporan keuangan yang telah diaudit untuk 2 (dua) tahun terakhir baik bagi pihak asing maupun pihak Indonesia. Laporan keuangan pihak asing harus menggambarkan pemilikan modal sendiri sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dari besarnya penyertaan langsung pada perusahaan yang dimintakan izin usahanya (khusus bagi perusahaan pialang asuransi, pialang reasuransi, dan penilai kerugian);
    1. Daftar riwayat hidup dan bukti pendukungnya dari Pengurus dan Tenaga Ahli yang dipekerjakan;
    2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi perusahaan yang dimintakan izin usaha berikut NPWP Pengurus perusahaan, Dewan Komisaris dan pemegang sahamnya, kecuali bagi wajib pajak luar negeri;
    3. Laporan Keuangan yang meliputi Neraca Pembukaan dan Laporan Laba-rugi;
    4. Bukti bahwa Pengurus perusahaan telah memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang usaha perasuransian sesuai dengan bidang usaha yang diselenggarakannya, sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
    5. Bukti pemenuhan modal disetor berupa fotokopi deposito atas nama Menteri Keuangan untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan yang telah dilegalisasi oleh bank penerima deposito tersebut;
    6. Program kerja serta rincian persiapan yang telah dilakukan oleh perusahaan yang sekurang-kurangnya meliputi:
      1. Proyeksi neraca, perhitungan laba rugi, dan arus kas, berikut asumsi-asumsinya yang mendukungnya, untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang;
      2. Rencana di bidang kepegawaian, termasuk rencana pengembangan sumber daya manusia, untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang;
      3. Sistem administrasi dan pengolahan data.
  1. Permohonan Izin Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang berbentuk perorangan
    1. Bukti pemenuhan persyaratan izin usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 yang meliputi:
      1. Tenaga Ahli yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang usahanya;
      2. Bagi Perusahaan Agen Asuransi, Perjanjian Keagenan dengan Perusahaan Asuransi yang diageni.
    2. Identitas diri;
    3. Bukti tanda lulus ujian keagenan dari agen yang dipekerjakan bagi pendiri yang dikeluarkan oleh aosiasi asuransi di Indonesia;
    4. Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pemberian atau penolakan permohonan izin usaha yang disampaikan akan diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Untuk penolakan atas permohonan izin usaha tersebut akan disampaikan disertai dengan alasan tertulis.

Perusahaan yang telah memperoleh izin usaha dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk mencairkan modal disetor yang ditempatkan dalam bentuk deposito atas nama Menteri Keuangan. Bagi perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi, pencairan deposito tersebut di atas tidak termasuk pencairan deposito jaminan (deposito wajib). Permohonan untuk mencairkan deposito tersebut di atas dapat juga dilakukan oleh pemohon yang ditolak izin usahanya atau pemohon yang membatalkan permohonannya.

Direktorat Asuransi dalam mengemban tugasnya memiliki mitra kerja yang terdiri dari beberapa Senior Perusahaan dan orang-orang yang berkompeten dalam bidang Asuransi yang kemudian membentuk:

a.     FAPI ( Forum Asosiasi Perasuransian Indonesia)
Visi :
Sebagai Wadah Pemersatu bagi Asosiasi Perasuransian Indonesia.
Misi :
Melakukan kegiatan lintas Asosiasi dalam rangka Peningkatan SDM  melalui Pendidikan berkesinambungan , memasyarakatkan asosiasi dan Pengelolaan Publikasi Asuransi.
SEJARAH FAPI
  A.     Perjalanan DAI menjadi FAPI 
      Anggaran Dasar DAI yang beberapa kali mengalami penyempurnaan telah disahkan sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman  No. C2-4217 HT.01.06 tahun 1993 dan dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI No. 20 tanggal 11 Maret 1993.
   Fungsi DAI adalah sebagai :
·         Badan perjuangan dan musyawarah untuk kepentingan dunia usaha perasuransian Indonesia
·         Badan tarif dan atau badan yang menetapkan standarisasi polis serta klausula
·         Badan yang membantu pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan terhadap usaha asuransi.
      Dalam perjalanannya, pada  kongres DAI ke 8 tanggal 14 Desember 1995 di Hotel Holiday Inn (Ketua Umum  B.Munir Sjamsoeddin) muncul gagasan agar  anggaran dasar DAI dirubah lagi untuk memberikan peluang kepada anggotanya membentuk asosiasi sesuai bidang usahanya sehingga  DAI nantinya dapat menampung atau memayungi seluruh  asosiasi persuransian baik asosiasi dalam usaha asuransi dan asosiasi penunjang usaha asuransi. Diharapkan agar asosiasi sejenis dimaksud dapat focus dan berkiprah memperjuangkan kepentingan sektornya. Sebagaimana diketahui bahwa awalnya anggota DAI dari sector  asuransi jiwa   adalah minoritas, namun dalam perkembangan terakhir (2002) jumlah perusahaan asuransi jiwa telah mencapai 59 perusahaan.
      Menindaklanjuti keputusan Kongres tahun 1995, baru pada Kongres DAI ke X tanggal 22 Januari 2002 di Hotel Borobudur ( Ketua Umum B.Munir Sjamsoeddin)  memutuskan menyetujui penyempurnaan AD-sehingga organisasi DAI berubah menjadi Federasi, (SK Kongres No.3/Kongres/DAI/2002). Disamping keputusan  tersebut diatas juga diputuskan memberikan alokasi modal kerja kepada asosiasi serta alokasi personil ex  Sekretariat Jendral DAI kepada Asosiasi sebagaimana tertuang dalam SK No. 4/Kongres/DAI/2002. Dalam Kongres tersebut ketiga  Asosiasi yang terbentuk mengirimkan wakil/calon duduk sebagai Pengurus DAI Federasi periode tahun 2002-2004 dan dalam pemilihan secara aklamasi disetujui :
1. Bapak Hotbonar Sinaga / Wkl AAUI  ( Ketua )
2. Bapak Darwin Noor / Wkl AAJSI ( Wakil Ketua )
3. Bapak Suparwanto / Wkl. AAJI   ( Bendahara )
Sedangkan para Ketua Asosiasi duduk sebagai anggota pengurus DAI Federasi, yaitu :
1. Bapak Frans Sahusilawne
2. Bapak Achmd Subianto
3. Ibu Evelina F. Pietruschka
Ketiga Asosiasi tersebut untuk pertama kali sebagai pendiri dan menjadi anggota DAI Federasi. Fungsi DAI Federasi adalah Sebagai forum komunikasi dan informasi antar asosiasi dibidang perasuransian
Kegiatan DAI Federasi : (Anggaran Dasar DAI Federasi pasal 9)
·         Mengelola dan mengembangkan lembaga pendidikan dan penelitian bidang perasuransian
·         Mengelola publikasi dalam rangka peningkatan kesadaran berasuransi masyarakat
·         Membantu pemerintah dalam melakukan sosialisasi pemberlakuan ketentuan bidang perasuransian dan  bidang lain yang terkait
      Dalam perjalanannya, DAI Federasi melakukan pendekatan kepada asosiasi penunjang usaha asuransi (ABAI, Adjuster, AMAI, ISEA) agar bergabung menjadi anggota DAI Federasi. Maksud dan tujuan agar asosiasi dalam bidang usaha asuransi bisa menjadi satu atap untuk efesiensi komunikasi asosiasi persuransian dengan pemerintah. Tahun 2004 Isea diterima menjadi anggota luar biasa, sedangkan ABAI  mengajukan permintaan masuk ke DAI dengan syarat merubah AD termasuk merubah nama serta adanya ketentuan bahwa Ketua DAI harus dijabat secara bergilir oleh anggotanya.

      Dipahami bahwa keberadaan asosiasi perasuransian adalah berlandaskan keputusan Menteri Keuangan RI No.426/KMK.06/2003 pasal 30. Oleh karena itu dalam  merespon permintaan calon anggota, telah dibentuk Tim Reposisi DAI yang terdiri dari Ketua-Ketua Asosiasi perasuransian (AAJI,AAUI,AAJSI-ABAI-AAAI) untuk membahas penyempurnaan Anggaran Dasar DAI Federasi. Hasil   Tim Reposisi DAI dilaporkan dalam Rapat anggota DAI Federasi pada tanggal 19 September 2005  dengan suara bulat menyetujui  perubahaan Anggaran Dasar DAI Federasi sebagai berikut :
     
      DAI tetap dipertahankan keberadaanya dan namanya dirubah  menjadi Federasi Asosiasi Perasuransian Indonesia (FAPI) Dengan demikian FAPI merupakan kelanjutan dari DAI :
·         Anggota biasa adalah asosiasi perasuransian yang anggotanya korporasi sedangkan anggota luar biasa adalah asosiasi yang anggotanya terdiri dari perorangan.
·         Pengurus adalah dari Ketua/Ketua Umum Asosiasi anggota Biasa kecuali Bendahara dan Ketua FAPI  secara bergiliran dijabat oleh Ketua Asosiasi  selama 1 tahun.sedngkan jabtan Bendahara adalah 3 tahun.
·         Kekayaan yang dimiliki waktu berdirinya Federasi sebesar Rp. 1,666 milyar adalah hak dari tiga asosiasi pendiri DAI yaitu AAJI-AAUI-AAJSI ( pasal 24 dan pasal 27. anggaran dasar FAPI).
·         Menetapkan Ketua FAPI tahun 2006 dijabat dari Ketua AAJSI (Achmad Subianto) – tahun 2007 dari Ketua  AAJI (Evelina Pietruschka),- tahun 2008 dari ABAI, tahun 2009 dari AAAI dan 2010 dari AAUI.
      Akta Notaris/Anggaran Dasar FAPI akan dimintakan pengesahan ke Departemen Kehakiman dan Ham setelah anggaran Dasar para pendiri (asosiasi) disahkan sebagai badan hukum oleh yang berwenang.
   Fungsi dan tugas pokok FAPI : (Anggaran Dasar FAPI psl 8 ayat 1 & 2)
    • Perkumpulan berfungsi sebagai forum pendidikan, mediasi, informasi dan komunikasi  antar anggota
    • Tugas perkumpulan adalah :
      • Penyelenggaraan pendidikan yang berkesinambungan
      • Penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengembangan
      • Pengelolaan publikasi dibidang asuransi
      • Koordinasi kegiatan lintas asosiasi lainnya
Asuransi “nakal”
Tujuan dari seluruh lembaga dan forum diatas adalah untuk menghindari masyarakat dari Perusahaan atau Agen Asuransi yang tidak memenuhi persyaratan atau peraturan. Dalam hal ini, pemerintah juga tidak tinggal diam. Untuk memberikan efek jera, Bapepem (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) mengancam akan mengumumkan perusahaan asuransi yang tidak taat aturan, terutama mereka yang sudah berulang kali mendapat teguran. Biasanya Bapepam memberikan peringatan ke perusahaan asuransi yang menjual produk yang merugikan masyarakat. Kalau tidak ada perbaikan, baru Bapepam melarang penjualan produk perusahaan tersebut. Selama ini, proses peneguran dan pelarangan hanya diketahui Bapepam dan perusahaan asuransi.
Anggota FAPI
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI
)Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)
Asosiasi Asuransi dan Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI)
Asosiasi Broker Asuransi dan Reasuransi Indonesia (ABAI)
Asosiasi Adjuster Asuransi Indonesia (AAAI)
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI)
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
-          Pemerintah telah mengusahakan adanya lembaga resmi pemerintah untuk mengawasi kegiatan asuransi di Indonesia
-          Forum yang terdiri dari beberapa Asosiasi Perasuransian membantu membina dan mengawasi usaha perasuransian meliputi :
Kesehatan keuangan
Penyelenggaraan usaha asuransi (berkenaan dengan syarat, tingkat premi, dll)
-         Dengan adanya Direktorat Asuransi dan FAPI, masyarakat diharapkan memperoleh Pendidikan Asuransi melalui forum tersebut, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman atau ketidakprofesioanalitasan dalam berasuransi



















Daftar Pustaka

Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2004. - Volman, A.F.A Het Net Handlesrecht

Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafiti,Jakarta 1992

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Intermasa, Bandung, 1991

     Advendi S, Elsi Kartika S, Hukum Dalam Ekonomi, Grasindo, 1999

          Inggrid tan, Buku Pintar Asuransi: Harapan yang Tak Terduga, Penerbit ANDI, 2009