Homo Erectus, Manusia Purba dari Jawa


Jumat, 11 Maret 2011 - Manusia Jawa atau Pithecanthropus erectus, yang sekarang telah diperbaiki namanya sebagai Homo erectus, ditemukan Eugene Dubois tahun 1891 di dekat Trinil di Pulau Jawa. Usianya tidak pasti, namun diperkirakan sekitar 700 ribu tahun. Temuan ini berupa tudung tengkorak yang sangat tebal dan datar, beberapa gigi (yang mungkin sebenarnya milik orangutan). Setahun kemudian ditemukan lagi sebuah femur (tulang paha) sekitar 12 meter jauhnya (Theunissen, 1989). Ukuran otak sekitar 940 cc. Trinkaus dan Shipman (1992) mengatakan bahwa sebagian ilmuan sekarang yakin bahwa ini tulang paha manusia biasa namun hanya beberapa referensi menyebutkan hal ini.

Banyak kreasionis mengklaim kalau manusia purba dari jawa, yang ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1893, tidaklah ilmiah.  Gish (1985) mengatakan kalau Dubois menemukan dua tengkorak manusia di dekat Wajak pada kedalaman yang sama dan menyembunyikan fakta ini; lalu Dubois kemudian memutuskan Homo Wajakensis adalah gibbon raksasa; dan bahwa tulang belulang tidak berasal dari individu yang sama. Sebagian orang akan merasa klaim Gish mengejutkan; tengkorak-tengkorak Wajak ditemukan 100 kilometer jauhnya di pegunungan dari lokasi penemuan manusia jawa. Begitu juga untuk “kedalaman” yang sama: tengkorak wajak ditemukan dalam endapan gua di pegunungan, sementara manusia Jawa ditemukan dalam endapan sungai di dataran banjir (Fezer, 1993). Tidak benar kalau Dubois menyembunyikan keberadaan tengkorak Wajak karena pengetahuannya akan menyanggah manusia jawa. Dubois melaporkan secara singkat mengenai tengkorak Wajak dalam tiga publikasi terpisah tahun 1890 dan 1892. Walaupun diperbaiki dalam sebuah perdebatan tahun 1982 dan dalam percetakan (Brace, 1986), Gish terus membuat klaim ini walaupun sepertinya tidak pernah membaca laporan Dubois bahwa ia tidak pernah menyebutkan tengkorak Wajak (Feezer, 1993).
Lubenow memang mengetahui keberadaan makalah-makalah Dubois, namun berpendapat bahwa karena laporan birokrasi tidak ditujukan untuk masyarakat ilmiah, Dubois masih bersalah menyembunyikan tengkorak Wajak. Hal ini juga salah; jurnal ilmiah tempat penerbitan makalah Dubois, walaupun kabur, tersebar di Eropa dan Amerika, dan adalah bagian dari literatur ilmiah. Ia tersedia di banyak perpustakaan besar dan sering dirujuk oleh peneliti modern (Brace, 1996).
Berdasarkan teorinya sendiri mengenai bagaimana otak berevolusi dan pikiran berharap, Dubois memang mengklaim kalau manusia Jawa adalah “genus raksasa yang berkaitan dengan gibbon” namun ini bukan berarti, seperti di klaim kreasionis, merupakan penarikan klaim sebelumnya Dubois bahwa ini merupakan perantara antara kera dan manusia. Dubois juga menunjukkan kalau ia bipedal dan ukuran otaknya “Sangat terlalu besar untuk kera antropoid” dan ia tidak pernah berhenti percaya kalau ia telah menemukan leluhur manusia modern (Theunissen, 1989; Gould, 1993; Lubenow, 1992).
Tengkorak Manusia Modern
Tengkorak Manusia Jawa
Kreasionis benar atas satu hal. Sebagian besar ilmuan modern setuju kalau femur lebih muda daripada tudung tengkorak, dan merupakan milik manusia modern. Sebagian gigi yang ditemukan di dekat daerah tersebut sekarang juga ditemukan berasal dari seekor orangutan, bukannya Homo erectus.
Penting untuk mendengarkan pernyataan Gish (1993) mengenai kualitas kemiripan tudung tengkorak dengan kera:
“Sekarang kita melihat kalau tudung tengkorak ini sangat mirip kera; perhatikan kalu tidak ada kening, sangat datar, ciri khas kera. Perhatikan tonjolan alis yang besar, juga ciri khas kera”.
Walau begitu, tudung tengkorak ini bukan milik kera manapun, dan khususnya bukan gibbon. Ia jauh terlalu besar (940 cc, bandingkan dengan gibbon yang hanya 97cc), ia sama dengan banyak sekali fosil Homo erectus yang telah ditemukan. Salah satunya adalah fosil Sangiran 17, juga ditemukan di Jawa. Tengkorak ini, yang tidak pernah disebutkan oleh para kreasionis, merupakan tengkorak yang nyaris lengkap dan jelas merupakan manusia primitif. Yang lainnya adalah fosil Bocah Turkana dan ER 3733,keduanya disebut kreasionis sebagai fosil manusia.
Tengkorak gibbon dan manusia jawa
Bila anda mencoba memilih apakah manusia jawa itu kera atau manusia, pilihan terbaik adalah menyebutnya manusia, namun Lubenow (1992) tampaknya satu-satunya manusia yang mengatakan demikian. Walau begitu, ia berusaha menyingkirkan Manusia jawa sebagai manusia primitif dengan menggunakan bukti fauna untuk menunjukkan ia berusia yang sama dengan tengkorak Wajak. Lubenow memberi kutipan berikut dari Hooljer (1951):
“Tapirus indicus, diduga punah di Jawa sejak Pleistosen Tengah, terbukti ada dalam koleksi Dubois dari situs Wajak, Jawa Tengah, yang berusia zaman Pleistosen akhir.”
Lubenow mengatakan kalau karena spesies tapir ini ditemukan di Trinil (situs Manusia Jawa ditemukan) dan fauna Wajak, fosil-fosil ini mungkin berusia sama. Kesimpulan ini dipaksakan oleh tiga kutipan lain dari Hooljer, semuanya menunjukkan kesulitan dalam menggunakan metode fauna untuk menandai usia fosil Jawa. Argumen Lubenow runtuh atas sejumlah alasan.
Lebih heboh dari spongebob BC (Before Comedy)
Bahkan bila metode fauna sepenuhnya tidak sah, ia tidak mendukung bukti Manusia Wajak dan Manusia Jawa berusia sama. Yang paling bisa diklaim adalah usia keduanya tidak diketahui. Walau begitu Hooljier tidak pernah mengatakan kalau metode fauna tidak berguna atau kalau fauna Wajak dan Trinil itu sama.
Sejauh ini resolusi paling sederhana keberadaan tapir tersebut adalah, dikatan Hooljer, Tapirus indicus bertahan lebih lama daripada yang diduga sebelumnya di Jawa (Lubenow memang mengakui kemungkinan ini). Hal ini konsisten dengan sisa bukti lainnya. Fauna wajak adalah modern, dan karenanya manusia Wajak diduga kurang dari 50 ribu tahun, dan lebih mungkin sekitar 100 ribu tahun usianya. Fauna Trinil mengandung lebih banyak spesies punah, dan karenanya lebih tua.
Pada dasarnya, Lubenow berpendapat kalau Manusia Wajak dan Manusia Jawa berusia sama karena satu spesies tapir ada pada kedua fauna, mengabaikan kalau ada banyak spesies lainnya yang tidak ada pada kedua fauna sekaligus, dan bahwa spesies punah hanya ada di fauna Trinil.
Lubenow mengklaim kalau Dubois menyembunyikan fosil Wajak karena keberadaan tapir akan bertentangan dengan klaimnya bahwa Manusia jawa lebih tua dari Wajak. Hal ini sepertinya tidak mungkin karena Dubois adalah salah satu kolektor terawal di Jawa, dan informasi detail tentang fauna Jawa belum disusun hingga berpuluh tahun kemudian (Hooljer, 1951).
Tapir itu mungkin tidak disingkirkan untuk disebutkan oleh Hooljer karena ia adalah anomali, seperti yang diduga Lubenow. Ia mungkin menarik karena spesies tapir ini masih hidup di Asia Tenggara, dan tidak punah, seperti diklaim Lubenow. (Hooljer hanya mengatakan kalau ia telah punah di Jawa, bukan di tempat lain).
Spesimen Sangiran 2
Spesimen Trinil 2
Spesimen Wajak
Parker (Morris dan Parker 1982) menyatakan kebingungan yang dipertimbangkan Johanson (!981) untuk memandang Manusia Jawa sebagai fosil yang sah. Ia tentu saja fosil yang sah karena tudung tengkoraknya bukan milik manapun, namun Parker semata menyingkirkan hal ini sebagai tidak ilmiah. (Ia tampaknya berpendapat kalau itu kera, namun tidak menyatakannya secara eksplisit).
Sumber :
Talk Origin.
Referensi lanjut
  1. Arthur J. (1996): Creationism: bad science or immoral pseudoscience? Skeptic, 4.4:88-93.
  2. Brace C.L. (1986): Creationists and the pithecanthropines. Creation/Evolution, Issue 19:16-23. (membahas argumen kreasionis mengenai Manusia Jawa dan Manusia Peking)
  3. Fezer K.D. (1993): Creation’s incredible witness: Duane T. Gish, Ph.D. Creation/Evolution Issue 33:5-21.
  4. Gish D.T. (1979): Evolution: the fossils say no! Ed. 3. San Diego: Creation-Life Publishers. (ini adalah edisi ketiga buku yang diterbitkan pertama tahun 1972 dan sudah cukup kadaluarsa)
  5. Gish D.T.: Evolution: the challenge of the fossil record, El Cajon, CA:Creation-Life Publishers, 1985.
  6. Gish D.T.: The “missing links” are still missing (part 2). Science, Scripture and Salvation (ICR radio show) Sep 18:1993.